KEPRIBADIAN GURU Bag. 2 (makalah lengkap)

KEPRIBADIAN GURU
Bag. 2

     makalah ini membahas tentang guru & kepribadian guru, faktor yang mempengaruhi kepribadian, faktor biologis, faktor sosial, faktor kebudayaan, kepribadian yang harus dimiliki guru, urgensi kepribadian guru,

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian berkembang dan mengalami perubahan, tetapi dalam perkembangannya membentuk pola-pola yang khas yang merupakan ciri unik bagi setiap individu. Menurut Ngalim Purwanto terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:[1]
1. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah  menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan seseorang/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.
2. Faktor Sosial[2]
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat, yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu dilahirkan, seseorang telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan seseorang, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian seseorang.  Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan seseorang sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi seseorang selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima seseorang masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang seseorang maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
3. Faktor Kebudayaan[3]
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:
    a. Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
b. Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
c. Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
d. Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
e. Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
Pendapat para ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kepribadian berbeda-beda, sehingga menimbulkan macam-macam teori. Antara lain:[4]
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Teori ini dikembangkan oleh Freud. Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari ketiga konflik kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, superego. Meskipun memiliki ciri-ciri, perinsip kerja, fungsi dan sifat yang berbeda, ketiga sistem ini merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam mempengaruhi perilaku manusia.[5]
Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera, implus biologis. Ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani; suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi, jelas bahwa teori psikoloanalisis Freud, ego ini harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu meminta disalurkan) dan superego (yang berisi naluri larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya, ego masih harus mempertimbangkan realitas di duania luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.[6]
Dalam perkembangannya kepribadian melewati tahap psikoseksual (seperti oral, anal, falik) dan harus memecahkan konflik oedipal, saat seseorang kecil memandang orang tua berjenis kelamin sama sebagai saingan untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya berjenis kelamin lain. Namum bagi Erikson meski mengakui id, ego dan superego berpendapat yang terpenting bukanlah dorongan seks dan bukan pula konflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan periakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif bukan pasif yang dikemukakan Freud dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.[7]
2. Teori-teori sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini juga dikenal teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku relatif  tetap dari situasi ke situasi.[8]
Allport menekankan bahwa keunikan seseorang hanya satu-satunya yang dimiliki orang tersebut. Namun, ada satu fokus yang kuat ketika kognitif internal dan proses motivasional seseorang mempengaruhi dan menyebabkan perilaku. Struktur internal ini terdiri atas berbagai refleks, dorongan, kebiasaan dan kemampuan, kepercayaan, sikap, nilai, intensi, dan sifat.[9]
Bagi Allport, sifat adalah sesuatu yang sesungguhnya eksis, namun tidak terlihat. Itu terletak dalam bagian tertentu dalam sistem saraf. Meskipun tidak terlihat kita dapat merasakan kehadirannya dengan mengamati konsestensi dari perilaku seseorang. Allport membedakan sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (persoal disposition). Dia juga membagi sejumlah perbedaan di antara berbagai jenis sifat, yaitu:[10]
a.  Sifat-sifat kardinal (cardinal traits), sifat-sifat ini merupakan karakteristik yang meresap dan dominan dalam kehidupan seseorang.
b. Sifat-sifat sentral (central trait), sifat-sifat ini merupakan karakteristik yang kurang mengontrol tetapi tidak kalah penting.
c. Sifat-sifat sekunder (secunder traits), sifat-sifat ini merupakan karakteristik periferal dalam individu.
Sheldon mengumpulkan sifat menjadi tiga:[11]
1)  Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang, toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
2)  Somatonia. Individu dengan sifat somatonia yang tinggi memiliki sifat-sifat seperti suka berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktifitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
3)  Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi, bila sedang dirundung masalah, ia memiliki reaksi yang cepat dan susah tidur.
3. Teori Kepribadian Behaviorisme
Dalam pandangannya, penyelidikan tentang kepribadian melibatkan pengamatan yang sistematis dan sejarah belajar yang khas, serta latar belakang genetis yang unik dari individu. Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tigkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.[12]
Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Teknik tersebut adalah:[13]
a. Pengekangan fisik (physical restraints)
Misalya beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Ada yang mengunakan bentuk lain dengan berjalan menjauh.
b. Bantuan fisik (physical aids)
Msalnya pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengantuk saat perjalanan jauh
c. Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Misalnya kita menggunakan kaca cermin untuk berlatih menguasai tarian yang sulit
d. Manipulasi kondisi emosional (manipulating emotical condition)
Misalnya beberapa orang menggunakan teknik meditasi untuk menghilangkan stress
e. Melakukan respon-respon lain (performing alternative responses)
Misalnya untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai dengan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
f. Menguatkan diri secara positif (pisitive self-reinforcement)
Misalnya seorang pelajar menghadia diri sendiri karena kerja keras dan dapat menyelesaikan ujian dengan baik, dengan menonton film bagus.
g. Menghukum diri sendiri (self punishment)
Misalnya karena gagal ujian dengan baik dia menghukum diri sendiri dengan cara menyendiri dan kembali belajar dengan giat.
4. Teori Psikologi Kognitif
Awal dari teori ini adalah ikut teori Gestalt. Menurut pendapat teori ini bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari pengindraannya, tetapi masukan dari pengindraan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Kurt Koffka membuktikan sipanse dapat mengambil pisang yang terletak di luar kandangnya dengan menyambungkan dua pipa walaupun dia belum pernah mendapatkan pengalaman tentang itu.[14]
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tudak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu dengan lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, degan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor di luar diri dimasukkan (diwakilkan) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.[15]

C. Kepribadian yang Harus Dimiliki Seorang Guru
Wijaya mengemukakan bahwa "keberhasilan seorang guru dalam PBM harus didukung oleh kemampuan pribadinya". Kemampuan pribadi guru dalam PBM tersebut secara rinci sebagai berikut:[16]
a.  Kemantapan dan Integritas Pribadi.
Seorang guru dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru. Menurut Hamalik kemantapannya dalam bekerja, hendaknya merupakan karakteristik pribadinya sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai terdidik. Kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui suatu proses belajar yang sengaja diciptakan. Dengan kemantapan dan integritas pribadi yang tinggi, maka setiap permasalahan yang dihadapi akan terpecahkan dan akan berpengaruh terhadap ketenangan PBM.
b. Peka terhadap Perubahan dan Pembaruan
Guru harus peka baik terhadap apa yang sedang berlangsung di sekolah maupun yang sedang berlangsung di sekitarnya. Ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan di sekolah tetap konsisten dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Pembaruan dalam pengertian kependidikan merupakan suatu upaya lembaga pendidikan untuk menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru.
c. Berpikir Alternatif
Guru harus mampu berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam PBM. Mampu memberikan berbagai alternatif jawaban dan memilih salah satu alternatif untuk kelancaran PBM.
d. Adil, Jujur, dan Objektif
Adil, jujur, dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam PBM merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh guru. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan jujur adalan tulus ikhlas dan menjalankan fungsinya sebagai guru, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku. Objektif artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan, tidak pilih kasih dan lain sebagainya.
e. Berdisiplin dalam Melaksanakan Tugas
Dalam pendidikan yang dimaksudkan dengan disiplin adalah keadaan tenang atau keteraturan sikap atau keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Agar disiplin dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan maka perlu melaksanakan tata tertib dengan baik oleh guru maupun siswa, taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku, serta menguasai diri dan instropeksi.
f.  Tekun Bekerja
Keuletan dan ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah dan tanpa pamrih merupakan hal yang harus dimiliki oleh guru. Guru tidak akan berputus asa apabila menghadapi kegagalan dan akan terus berusaha mengatasinya.
g. Berusaha Memperoleh Hasil Kerja Yang Sebaik-baiknya
Dalam mencapai hasil kerja, guru diharapkan akan selalu meningkatkan diri, mencari cara-cara baru, menjaga semangat kerja, mempertahankan dedikasi dan loyalitas yang tinggi agar mutu pendidikan selalu meningkat, pengetahuan umum yang dimilikinya selalu bertambah.
h. Simpatik dan Menarik, Luwes, Bijaksana dan Sederhana dalam Bertindak
Guru harus simpatik dan menarik karena dengan sifat ini akan disenangi oleh para siswa. Keluwesan juga harus dimiliki oleh guru karena dengan sifat ini guru akan mampu bergaul dan berkomunikasi dengan baik. Kebijaksanaan dan kesederhanaan akan menjalin keterkaitan batin antara guru dengan siswa. Dengan adanya keterkaitan tersebut, guru akan mampu mengendalikan PBM yang diselenggarakannya
i.  Bersifat Terbuka
Kesiapan mendiskusikan apapun dengan lingkungan tempat ia bekerja, baik dengan murid, orang tua, teman sekerja, ataupun dengan masyarakat sekitar sekolah, merupakan salah satu tuntutan terhadap guru, la diharapkan mampu menampung aspirasi berbagai pihak, bersedia menjadi pendukung, dan terus berusaha meningkatkan serta memperbaiki suasana kehidupan sekolah berdasarkan kebutuhan dan tuntutan berbagai pihak.
j.  Kreatif
Guru harus kreatif, dan untuk memperoleh kreativitas yang tinggi sudah barang tentu guru harus banyak bertanya, banyak belajar, dan berdedikasi tinggi.
k.  Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan kewibawaan, PBM akan terlaksana dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian, siswa akan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.
Lebih lanjut, Hamalik mengemukakan sejumlah karakteristik guru yang disenangi oleh para siswa adalah guru-guru yang:  demokratis, suka bekerja sama (kooperatif), baik hati, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka, suka menolong, ramah tamah, suka humor, memiliki bermacam ragam minat, menguasai bahan pelajaran, fleksibel, dan menaruh minat yang baik terhadap siswa.[17]
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut: Pertama, orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya. Kedua, teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik. Ketiga, fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya. Keempat, memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya. Kelima, memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab. Keenam Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar. Ketujuh, mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya. Kedelapan, mengembangkan kreativitas. Kesembilan Menjadi pembantu ketika diperlukan.[18]

D. Urgensi Kepribadian Guru dalam PBM
Muhibbin Syah mengemukakan dua karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya sebagai berikut: Pertama  Fleksibilitas kognitif guru. Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi, memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlalu dini) dalam pengamatan dan pengenalan, berpikir kritis. Dalam PBM, flesibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi, yakni: (a) dimensi karakteristik pribadi guru, (b) dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa, dan (c) dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar; kedua  keterbukaan psikologis pribadi guru. Keterbukaan psikologi guru merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru, sebab: pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan pribadi siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan. Guru yang terbuka secara psikologis ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja, mau menerima kritik secara ikhlas, memiliki empati (emphaty), yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain.[19]
Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak sebagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di celana. Guru yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.[20]
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap seorang guru. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya.[21] Perilaku guru dalam mengajar secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa baik yang sifatnya positif maupun negatif, Artinya, jika kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan harapan siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik.
Kepribadian juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia, maka setiap calon guru dan guru professional sangat diharapkan memahami bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan para siswanya. Secara konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD '45 yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, disamping ia harus memiliki kualifikasi (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar (Pasal 28 ayat (2) UUSPN/ 1989).[22]
Kepribadian  guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di sini meliputi: pengetahuan, keterampilan, ideal, sikap, dan juga persepsi yang dimiliki guru tentang orang lain.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsiyang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.


BAB III

KESIMPULAN

·          Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pokok-pokok pengertian kepribadian sebagai berikut: 1. Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari aspek psikis, serta aspek fisik. Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau unik. Kepribadian bersifat dinamis, mengalami perubahan, tetapi dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola yang bersifat tetap. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagaai aspek, antara lain: Biologis, Sosial dan Budaya. Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh individu untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik yang datang dari luar dirinya (eksternal) maupun dari dalam dirinya sendiri (internal).
·         Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil atau idola seluruh kehidupannya. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Keburukan perilaku anak didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru pembimbing dan pembina anak didik karena faktor kepribadian guru yang sangat sensitif.
·         Kepribadian guru mempunyai kelebihan sendiri bila diterapkan dalam kelas karena ia akan memberikan kecenderungan dan kesenangan yang berbeda kepada murid.  Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Selain itu bila seseorang telah memilih menjadi guru maka ia harus terjun total dalam bidang yang telah dipilihya sehingga perilaku, ucapan dan tindakan selalu disesuaikan dengan profesi yang telah dipilihnya. Semoga Guru-guru kita memiliki karakteristik seperti yang terdeskripsikan di atas sehingga mampu mengantarkan para siswa yang memiliki standarisasi kepribadian yang baik.


baca sebelumnya di: KEPRIBADIAN GURU Bag. 1





DAFTAR  PUSTAKA

Daradjat, Zakiyah, Kepribadian Guru, Jakarta : Bulan Bintang, 1978.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif , Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000
Gordon, Thomas, Guru Yang Efektif, Jakarta : CV. Rajawali, 1984
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001
---------------------, Psikologi belajar dan mengajar, Bandung: Sinar baru Algensindo,2000
Hawi, Akmal, Kompetensi Guru PAI, Palembang, Farah Press, 2010
Http/ fdj. Indrokurniawan. Blogspot.com.2012/25/2/10.30 makalah kepribadian guru.Html
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi november 2009, Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Kuswara,E. Teori-teori Kepribadian, Bandung: Eresco,1991
Mulyasa, E. Menjadi guru Profesional, Bandung: Rosdakarya, 2005
Nasution,  Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara,2004
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Robinson, Philip.. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press, 2002
Rosyid, Moh. Guru. Kudus: STAIN KUDUS PRESS, 2007
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Syah, Muhibbin, Psikologi pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 1996
Usman, Moh, Menjadi Guru Profesinal, Bandung: Remaja Rosdakarya: 1995
Wijaya, Cece, dan Rusyan, kemampuan dasar guru dalam dalam proses belajar mengajar,  Bandung: Rosdakarya:1994








[1] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan..., h. 160
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan...,h. 161
[3] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan..., h. 163
[4] Alex Sobur, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.305
[5] Alex Sobur, Psikologi Umum..., h.305
[6] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h.305
[7] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h.306
[8] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 307
[9] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 307
[10] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 308
[11] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 309
[12] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 309
[13] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 310
[14] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 311
[15] Alex Sobur, Psikologi Umum .., h. 312
[16] Cece Wijaya, kemampuan dasar guru dalam dalam proses belajar mengajar,  Bandung: Rosdakarya:1994, h. 13-21
[17] Oemar Hamalik, Psikologi belajar dan mengajar, Bandung: Sinar baru Algensindo,2000, h.34-39
[18] E Mulyasa, Menjadi guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, h. 34
[19] Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996,  h. 227-230
[20] E Mulyasa, Menjadi guru Profesional...,  h. 36
[21] Muhibbin Syah. Psikologi pendidikan.., h. 225
[22] Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan..., h 227

Related Posts:

0 Response to "KEPRIBADIAN GURU Bag. 2 (makalah lengkap)"