PASAR MODAL SYARIAH

PASAR MODAL SYARIAH
(pengertian, sejarah, dan gambaran pasar modal, serta fatwa dewan syariah nasional tentang investasi syariah)

A.  Pengertian Pasar Modal dan Surat Berharga
Pasar modal merupakan salah satu sarana untuk melakukan kegiatan investasi. Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan objek yang diperjual belikan adalah hak kepemilikan perusahaan dan surat pernyataan utang perusahaan. [1] Pada pasar modal konvensional, di pasar tersebut diperjual belikan instrumen keuangan saham seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan derivatif seperi opsi (put atau call money).
Dalam menjalankan fungsinya pasar modal dibagi menjadi tiga macam yaitu:[2]
1.  Pasar perdana, adalah penjualan perdana efek atau penjualan efek oleh perushaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bersa efek. Pada pasar perdana efek dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan emisi hanya memperoleh dana dari penjualan tersebut.
2.    Pasar sekunder, adalah penjalan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut.
3. Bursa paralel, merupkan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek yang akan menjual efeknya melalui bursa dapat dilakuakn melalui bursa paralel. Bursa paralel merupakan alternatif bagi perusahaan yang go public memperjualbelikan efeknya juka dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.  
Surat berharga atau sering disebut dengan ekuitas merupakan suatu kertas yang menunjukkan hak dari pemodal untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut mendapatkan haknya. Surat berharga yang bersifat ekuitas umumnya dikenal dengan saham sedangkan surat berharga fixed income dikenal dengan obligasi.

B.  Sejarah
Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri perbankan dan Cairo merupakan negara yang pertamakali mendirikan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama “Nasser Social Bank” yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut, kemudian diikuti dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan the Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977.
Selanjutnya penerapan prinsip syariah pada sektor di luar industri perbankan, juga telah dijalankan pada industri asuransi (takaful) dan industri Pasar Modal (Pasar Modal Syariah). Pada industri Pasar Modal, prinsip syariah telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan fund (Reksa Dana). Adapun negara yang pertama kali mengintrodusir untuk mengimplementasikan prinsip syariah di sektor pasar modal adalah “Jordan dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga telah menyusun dasar hukum penerbitan obligasi syariah. Selanjutnya pada tahun 1978, pemerintah Jordan melalui Law Nomor 13 tahun 1978 telah mengijinkan Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan Muqaradah Bond. Ijin penerbitan Muqaradah Bond ini kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Muqaradah Bond Act pada tahun 1981. Sementara pemerintah Pakistan, baru pada tahun 1980 menerbitkan the Madarabas Company dan Madarabas Ordinance.
Secara umum, penerapan prinsip syariah dalam industri pasar modal khususnya pada instrumen saham dilakukan berdasarkan penilaian atas saham yang diterbitkan oleh masing-masing perusahaan, karena instrumen saham secara natural telah sesuai dengan prinsip syariah mengingat sifat saham dimaksud bersifat penyertaan. Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah islam, seperti: alkohol; perjudian; produksi yang bahan bakunya berasal dari babi; pornografi; jasa keuangan yang bersifat konvensional; asuransi yang bersifat konvensional.


C.  Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia
Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.
         Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.
Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan umat Islam di Indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya sarana dan produk investasi di Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang selama ini sudah dikenal dan berkembang di sektor perbankan.

D.  Fatwa DSN yang mengatur tentang kegiatan investasi syariah
Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :
1.     No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham.
2.    No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.
3.    No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
4.    No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5.    No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan      Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
6.    No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa terdapat karekteristik tersendiri dalam melakukan investasi syariah, termasuk juga di sektor pasar modal. Batasan tersebut adalah berupa kesesuaian suatu produk investasi atas prinsip-prinsip ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah megeluarkan ketentuan mengenai kegiatan investasi di pasar modal syariah. Ketentuan tersebut dituangkan kedalam beberapa fatwa MUI tentang kegiatan investasi yang sesuai syariah ke dalam produk-produk investasi di Pasar Modal Indonesia.
Fatwa DSN Nomor : 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal[3], telah menentukan tentang kriterian produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada intinya, produk tersebut harus mememuhi syarat, antara lain :
1.     Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip Syariah, antara lain :
a.    Usaha perjudian atau permaian yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b.    Lembaga Keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c.    Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram.
d.    Produsen, distributor, dan/ atau penyedia barang/ jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

2.    Jenis Transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, maysir, dan zhulm meliputi : najash, ba’i al ma’dun, insider trading, menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang, melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keaungan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin trading dan ikhtikar. 




[1] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Cetakan empat, Penerbit: Raja Grafindo:2004.
[2] ibid
[3] Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta (Bank Indonesia-Dewan Syariah Nasional: 2003, Edisi 2) hlm 263

Related Posts:

0 Response to "PASAR MODAL SYARIAH"